Aku
mencintainya tapi cintaku berrtepuk sebelah tangan. Gadis itu bernama sassy, sesuai
namanya dia gadis yang centil dan manja yang dapat merebut hatiku. Entah sejak
kapan wajah cantik dengan senyum merekah yang selalu dia tebarkan mengganggu
tidurku. Dengan mudahnya dia merusak saraf di otak ku hingga apapun yang aku
fikirkan hanya tentang dia. Mungkin aku juga harus kedokter mata karna setiap
pandanganku hanya terlihat wajahnya. Tapi yang lebih menyiksaku adalah sakit
yang kurasakan pada ruang hatiku. Entah belati setajam apa yang menusuknya. Hingga
dadakupun tersa sesak dan sulit bernafas.. apa dia ingin membunuhku secara
perlahan.
Sudah
setahun aku merasakan perasaan aneh ini hingga nafsu makanku berkurang walaupun
cacing diperutku meronta meminta jatah yang biasanya mereka terima. Tapi apa
yang bisa aku perbuat hanya sebuah senyum kecil dari bibirnya yang dapat
membuatku kembali bersemangat, syangnya senyum itu dia tebarkan pada semua
orang, semua teman-temannya begitu juga aku yang hanya menyimpan isi hatiku dan
memilih menjadi temannya.
Sasay
adalah gadis paling cantik disekolahku, tak heran banyak yang mengincarnya,
laki-laki tampan dengan harta melimpah yang pantas mendampinginya bukan aku
yang berwajah pas-pasan. Sakit memang menyadari kenyataan ini. Menyadari gadis
paling berarti dalam hidupku tapi tak pantas aku miliki. Tapi aku suka pada
kesempatan yang aku miliki. Kesempatan memandang wajah merona saat dia asyik
mendenga guru berceramah atau[un saat dia sedang mencatat barisan kata yang
tidak tertata rapi dipapan putih dideepan kelas. Dia tidak pernah menyadari aku
yang slalu memandanginya. Mungkin bukan hanya aku yang diam-diam mengaguminya.
Dia
membawa kebahagian saat dia berjalan dengan anggunnya, menebarkan senyum
khasnya, dengan geraian rambut yang bergerak lincah mengiringi langkahnya. Dia
mengampiriku mengembalikan buku catatan yang dia pinjam, dia bicara dengan
suara lembut yang menggetarkan gendang telinga, dia menatapku dengan mata indah
berwarna kecoklatan terasa begitu damai rasanya. Tapi itu hanya sementara,
percakapan teman sekelas yang membuatku sangat bahagia, aku tau bagi Sassy ini
hal yang biasa tapi bagiku luar biasa.
Sassy
adalah sumber kebahagiaanku, mungkin juga kebahagiaan banyak lelaki lainnya
yang mendambakannya, walaupun baginya biasa saja. Dia menganggap semua sama
hanya teman biasa. Sakit memnag tapi aku bahagia bisa terus melihatnya. Sampai pada
akhirnya waktu itu tiba, entah ada angin apa Sassy pindah entah kemana. Semua
menjadi hampa, taka da lagi bahagia, hanya penyesalan atas kebodohanku tak
pernah jujur padanya, setidaknya ditolak lebih baik dari pada menyimpan rasa
ini dan meyesakkan dada. Sakit ini tak pernah ada habisnya. Satu kebahagian yang
masih tersisa saat aku mengenalnya, Sassy.


0 komentar:
Posting Komentar