♥ Goresan Tinta Pink ♥

Just Blogger Templates

Kamis, 13 September 2012

Dalam belenggu Papa

            Merantau jauh untuk meraih cita-cita walaupun itu bukan cita-citaku sebenarnya. Ada rasa malas yang berkecamuk didalam dada setiap pagi aku membuka mata. Karna kenyataannya aku bukan mahasiswi Sastra di Universitas Brawijaya melainkan mahasiswi Hukum di Universitas Indonesia. Ini bukan mauku tapi mau tidak mau harus kujalani, Ini keinganan papa, ini mau papa, papa ingin anak gadisnya bisa seperti dia menjadi pengacara terkenal seperti dirinya. Menurut papa gak ada gunanya menjadi seorang penulis. gak ada sedikitpun manfaatnya. Menurut papa seorang penulis hanya membuat pembacanya terlena apalagi jika tokoh utama seorang yang kaya raya dan tak pernah hidup susah, dan tokoh utamanya yang hidupnya sempurna sampai akhirpun bahagia. Hidup tak selamanya seperti cerita-cerita dalam novel, Papa sangat tidak ingin aku menjadi salah satu dari orang-orang pembuat fiksi itu. Ya, itu menurut papa. Karna papa ingin aku menjadi seorang pengacara  yang bijaksana, pengacara yang tak hanya membela bos-bos beruang saja.  Berbeda dengan mama yang selalu mendukung apa mauku. Tapi aku dan mama sama-sama tidak bisa berbuat apa-apa jika papa sudah mengatakan kehendaknya. Disini aku benar-benar merindukan mama.   
            Aku ingin seperti camar yang  dapat menari bebas menembus cakrawala, hinggap disetiap pohon yang berkicau teriakan kebahagian, sebenarnya aku lelah dihidup dalam belenggu bayang-bayang papa. Aku benar-benar sangat kecil jika dibanding kekuasaan papa. Sering terbesit keinginan untuk kabur lagi, iya lagi, karna ku sudah pernah melakukannya. Tapi dalam sekejap anak buah papa menemukanku, dan aku dikurung dengan tumpukan buku hukum milik papa. Mungkin rasanya lebih penat daripada didalam penjara.
            Aku memang bangga pada papa yang tak pernah mau membela orang yang salah tapi mengapa papa membiarkan dirinya menjadi peran yang salah dalam keluarga. Salahkah jika putrinya memilih jalan hidupnya sendiri. Papa tidak pernah suka pada derita orang yang tak bersalah tapi mengapa papa malah menjebloskan putrinya pada jurang kesakitan batin yang luar biasa? Apakah menurut papa aku salah hingga papa ingin menyeretku pada sebuah hukuman seumur hidup pada jabatan yang tak aku inginkan.
            Kadang juga aku berfikir taka ada orang tua yang ingin anaknya hidup menderita  tapi menurutku setiap hari berkutat dengan pasal dan undang-undang adalah siksa. Mungkin memang papa ingin aku sukses nantinya setelah menyandang gelar Sarjana Hukum tapi apa itu akan benar-benar bermanfaat untuk hidupku kelak? Aku tak pernah tau yang aku tau pesta air mata tak pernah berhenti hiasi wajahku.

0 komentar:

Posting Komentar